KARYA TULIS

ANAK ELANG INGIN MENJADI BEBEK

January 30, 2013


Janganlah takut dan menjadi pesimis, setelah melakukan kesalahan, wahai Anakku.
Namun takutlah ketika kita tak melakukan apa-apa setelah kesalahan yang kita lakukan...



  By : Juwati Soetomo

               Pagi itu menyenangkan sekali bagi Si Anak Elang. Murgul namanya. Karena ini adalah untuk kali pertama ia keluar dari sarang sendirian dan bebas bermain tanpa pengawasan Sang Bunda. Ia sudah berangan akan terbang setinggi mungkin, ingin berkeliling dunia, lalu akan ia ceritakan apa yang dilihatnya kepada bunda yang amat ia sayangi selama ini.
            “Kamu sudah besar, Murgul sudah bisa terbang sendiri. Bunda yakin kamu bisa.” Pesan Sang Bunda sebelum Si Anak Elang keluar dari sarang.
            Akan tetapi, baru saja ia hendak terbang, dilihatnya anak-anak elang sebaya dengannya sedang bergerombol di puncak pohon tak jauh dari sarang tempat tinggalnya, sepertinya membicarakan sesuatu serius.
            “Kawanan tikus tengah menyerbu di area sawah petani di lereng gunung.” Bisik seekor anak elang bernama Zar-Zar kepadanya.
            “Kasihan para petani itu, pasti panen tahun ini bakal gagal lagi.” Kata yang bernama Ableh.
            “Ada apa ini, kenapa dengan panen?” Sela Murgul penasaran sambil mendekat.
            Lalu Zar-Zar yang berbadan paling tambun menceritakan, tentang kawanan tikus yang memporak-porandakan sawah para petani yang sebentar lagi akan di panen. Kalau sampai kawanan tikus merajalela, kelaparan bakal melanda.
            “Apakah kita bisa membantu mereka?” Tanya Murgul, akan tetapi semua hanya menunduk diam.
            Kemudian Murgul tiba-tiba mengepakkan sayapnya sambil melompat kegirangan. Rupanya ia telah mendapatkan ide.
            Dengan bersemangat ia berteriak, “Ayo kita kumpulkan kawan-kawan elang semua, lalu kita satu tim menyerbu tikus-tikus yang merajalela di sawah-sawah itu. Pasti kawanan tikus itu akan panik mendapat serbuan mendadak dari kita.” Jelasnya dengan wajah semangat.
            “Berarti kita akan menyerbu serentak?” Tanya Amoorlin, anak elang yang paling cantik.
            “Benar sekali!” kata Murgul yang kemudian diikuti ungkapan setuju dari yang lainnya.
            “Ide yang bagus, setuju!” Teriak Zar-Zar yang diamini lainnya.
            Lalu tak beberapa lama kemudian, beberapa anak elang lainnya berdatangan dan membentuk satu tim besar. Mereka sangat antusias untuk ikut dalam penyerbuan tikus. Sepertinya sangat menyenangkan, pikir anak-anak elang itu. Berburu bersama-sama maka ini akan mirip dengan peperangan dan menjadi pahlawan. Tak lupa mereka menunjuk sebagai komandan. Karena Murgul yang memiliki ide, maka semua sepakat menjadikannya komandan dalam aksi peyerbuan ini.
                                                                                                            ***
            Tidak makan waktu lama, ketika anak elang itu langsung terbang serentak menuju ladang-ladang para petani yang hampir panen, namun gangguan tikus memporak-porandakan sehingga gagal panen mengancam semua petani.
            Tanpa banyak cing-cong, anak-anak elang itu terbang sesekali menukik ke area sawah dengan suara lengkingan khas, sementara tikus-tikus yang mendapat serangan mendadak kelabakan, pontang-panting mencari tempat persembuyian.
            Sesekali dari cengkeraman kaki anak elang yang mendapatkan mangsa tikus langsung terbang ke puncak bukit tempat pos mereka.
            Hingga hari beranjak petang barulah kawanan anak elang berhenti, lalu berkumpul di pos. Mereka begitu bangga dan bersorak-sorak kemenangan karena ratusan ekor tikus dapat mereka tangkap.
            “Hidup Murgul!” teriak Zar-Zar dan lainnya saling bersahutan, membuat Murgul tersipu-sipu.
            “Pak Tani pasti akan berterimakasih banyak atas jasa kita pada hari ini.” Kata Amoorlin yang diamini lainnya.
*****
            Murgul baru di ambang pintu dan ingin bercerita tentang kisah pengalamannya hari ini ketika melihat Sang Bunda sudah menantinya, duduk dengan berwajah mendung.
            “Hari ini Murgul…,”
            Belum sempat Murgul selesai berkata, sang ibu telah mendahuluinya, “Demi Allah anakku, apa yang telah kamu lakukan hari ini?”
            “Murgul membantu para petani membasmi tikus, Bu.”
            “Kamu tahu apa akibat yang telah kamu lakukan? Kamu hanya membuat kesedihan di hati para petani. Mereka telah gagal panen karena tikus dan kini tak mendapatkan hasil apa-apa karena kelakuanmu itu. Lihatlah sawah petani kini porak poranda karena ulahmu dan kawan-kawanmu yang menerjang sawah para petani untuk memburu tikus.”
            “Murgul hanya…,”
            “Cukup!” Tegas ibunya.
Murgul hanya merenung, barulah ia menyadari apa yang dilakukannya yang menurutnya baik ternyata petaka bagi semuanya. Murgul tak pernah berpikir sejauh itu. Murgul menyesali perbuatannya.
Maka malam itu ia berjanji tidak akan belajar terbang lagi. Ia ingin menjadi bebek saja seperti kawannya Bug-Bug, seekor bebek yang kerap ia lihat bermain di kolam. Dulu ia sering berbangga dihadapan Bug-Bug karena menjadi anak elang bisa terbang tinggi, bisa melihat banyak hal dari atas langit yang biru. Sementara Bug-Bug setiap harinya hanya tahu kolam lalu kembali ke kandang.
            “Jangan berputus asa Murgul,” kata Bug-Bug ketika melihat Murgul hanya tertunduk lesu di pinggir kolam.
            “Tidak! Aku berjanji tidak akan terbang lagi. Aku ingin menjadi sepertimu saja! Menjadi seekor bebek, biar tak membuat onar dan membuat marah Bunda lagi.” Ungkap Murgul putus asa, lalu berlalu dengan langkah terseok-seok. Kini, semua ibu-ibu bangsa eang telah melarang anak-anaknya untuk bermain dengan dirinya, membuat hati Murgul kian putus asa.

                                                                       ****

            Baru saja ia di ambang sarang rumahnya. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara hingar-bingar dari dalam. Murgul kian ketakutan tatkala suara namanya di dengung-dengungkan.
            Ia nyaris terbang ketakutan, ketika ia mendengar suara Ibundanya memanggil namanya.
            “Maafkan Murgul. Murgul berjanji tidak akan mengulangi lagi.” Murgul berkata sambil tertunduk ketakutan dihadapan semuanya.
            Mendengar kesedihan anaknya, Sang Bunda segera memeluk dan mengusap kepalanya seraya berbisik lembut, “Tidak ada yang perlu dimaafkan, Bunda yang telah salah menilaimu, Murgul. Para petani itu justeru merasa terbantu sehingga tikus-tikus ketakutan dan tak akan berani mengganggu lagi. Sehingga panen selanjutnya tak akan ada tikus lagi yang berani mengganggu. Mereka berterimakasih padamu.”
            “Benarkah?” Binar mata Murgul kembali merekah seraya melirik teman-temannya yang mengangguk mengamini. Dalam hati ia berjanji tak ingin menjadi bebek atau siapa-siapa lagi. Ia bangga menjadi Murgul si anak elang, bangga menjadi anak Bunda. (Pernah di muat di majalah Iqro)

You Might Also Like

0 comments

Translate

SUBSCRIBE

Like us on Facebook